Dunia memang berputar bersama nasib manusia yang menghuninya. Saat krisis ekonomi tahun 1998, IMF membantu perekonomian Indonesia, namun kini yang terjadi sebaliknya. Indonesia membantu IMF dengan mengucurkan bantuan uang sebesar 1 miliar USD atau sekitar Rp 9,4 Triliun.
Bantuan ini dilakukan dengan cara membeli surat utang yang diterbitkan IMF. Bank Indonesia mengkonversi sedikit cadangan devisanya, untuk menjadi surat utang IMF. “Pinjaman ke IMF itu bukan dari APBN. Semacam devisa dari dana BI, jadi surat berharga,” ujar Menteri Perkonomian Hatta Rajasa di Jakarta 10/7/2012.
Rencana pemerintah ini dianggap aneh oleh sebagian kalangan masyarakat. “Kita ini negara berkembang yang membutuhkan uang untuk membangun, tapi kita malah memberi pinjaman kepada IMF. Itu kan terbalik,” ujar Anggota Komis XI DPR, Laurens Bahang di DPR, Jakarta.
Penolakan juga datang dari sejumlah LSM, antara lain: Lingkar Madani Indonesia, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Indonesia for Global Justice (IGJ), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) dan Indonesia Human Right Committee for Social Justice (IHCS).
|
Jean Claude Trichet Presiden Bank Sentral Eropa |
Menurut LSM tersebut dana Rp 9,4 triliun untuk IMF bukanlah pinjaman, melainkan bantuan Indonesia, sesuai dengan kesepakatan G-20, Juni 2012 lalu. IMF menghimbau anggotanya mengumpulkan dana 430 miliar USD demi menanggulangi krisis ekonomi di Eropa. Termasuk bantuan dari negara berkembang. Untuk itu, para pemimpin G-20 menyepakati pengalihkan hak suara bagi negara berkembang sebesar 5 persen.
Meskin demikian, penambahan persentase itu tidak ada artinya bagi hak suara negara berkembang yang sangat kecil. Negara maju masih mendominasi pengambilan keputusan dewan eksekutif IMF. Eropa memegang 1/3 kursi dewan eksekutif, serta posisi direktur eksekutif. Sedangkan Amerika Serikat memiliki 17% hak suara sehingga memiliki hak veto.
Utang IMF untuk mengatasi krisis Eropa dianggap hanya menguntungkan bank-bank besar, penyebab utama krisis di Amerika dan Eropa. Bank-bank swasta Jerman dan Perancis adalah pemilik 70% dari total utang Yunani. Sementara rakyat mereka tetap menanggung beban krisis ekonomi, lewat pemotongan anggaran sosial dan pembayaran utang.
Hal ini terjadi saat krisis ekonomi Indonesia tahun 1998. Resep ekonomi IMF justru menyebabkan utang – utang perusahaan swasta, menjadi beban pemerintah. Selain itu, pemilik bank-bank swasta yang ditolong justru membawa lari uang tersebut dan menghilang. Akibatnya hingga sekarang, setiap tahun Rp 60 triliun dana APBN digunakan untuk membayar obligasi rekap tersebut.
Alasan Pemerintah Bantu IMF
Pemerintah akhirnya memilih ikut membantu penanggulangan krisis di Eropa, karena sudah menjalar ke Indonesia. Hal ini terlihat dari penurunan ekspor Indonesia. Ditambah lagi negara-negara seperti China dan India juga mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi. “Kita juga berkepentingan agar Eropa bisa menyelesaikan persoalan mereka, sehingga tidak menimbulkan persoalan di dunia,” ujar Menko Perekonomian Hatta Radjasa.
|
|
Untuk itulah Indonesia sekarang putar haluan tidak lagi mengandalkan ekspor untuk pertumbuhan ekonomi. Melainkan membangun pertumbuhan dengan berdasarkan permintaan/ konsumsi publik. Pemerintah juga berupaya mati-matian untuk tidak menambah utang dan tetap diposisi 25 %, untuk menjaga defisit keuangan. Pemerintah juga gencar mendorong kenaikan harga BBM, untuk mengurangi biaya subsidi BBM yang mempengaruhi keuangan negara. Pengurangan subsidi BBM ini, tampaknya menjadi keniscayaan di kemudian hari. Saat ini pemerintah memilih cara penghematan energi dan melakukan konversi BBM ke BBG.
Ada saatnya kita ditolong orang dan ada pula saatnya kita menolong mereka. Bahkan China telah memenuhi himbauan IMF dengan memberikan dana sebesar 43 miliar USD atau 10 persen dari dana tambahan yang ditargetkan IMF ke anggotanya, yakni 430 miliar USD.
Indonesia suatu saat bisa saja bernasib seperti Eropa dan membutuhkan bantuan. Sejumlah pakar internasional memperkirakan ekonomi Asia bisa over heat jika salah urus.
ADS HERE !!!